Menguak Dugaan Tambang Ilegal di Pancoran Rogojampi: Beroperasi Bertahun-tahun, Kebal Hukum?

CyberTNI.id | BANYUWANGI, kamis 4 Desember 2025 — Di tengah padatnya pemukiman Dusun Pancoran, Kecamatan Rogojampi, deru mesin dan lalu-lalang truk pengangkut pasir terus terdengar. Di balik aktivitas yang tampak biasa, terselip dugaan kuat bahwa tambang galian C yang beroperasi di wilayah tersebut tidak mengantongi izin resmi.

Investigasi lapangan pada Kamis (4/12/2025) menunjukkan kegiatan penambangan berjalan bebas, tanpa pengamanan, tanpa papan informasi perizinan, dan tanpa pengawasan aparat terkait. Warga menyebut tambang tersebut dikelola oleh seseorang berinisial TOK—nama yang belakangan menjadi pembicaraan hangat di antara masyarakat setempat.

Keluhan Warga: Jalan Rusak, Debu, dan Ketakutan untuk Bicara
Warga Pancoran mengaku sudah lama merasa terganggu oleh aktivitas tambang. Namun sebagian besar memilih bungkam karena takut akan adanya tekanan dari pihak tertentu.

“Truk-truk itu tidak pernah berhenti. Jalan jadi rusak, debu masuk ke rumah, tapi kami seperti tidak bisa berbuat apa-apa,” kata seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan. Ia mengaku sudah beberapa kali melapor, namun tidak membuahkan hasil.

Kerusakan jalan yang dimaksud warga memang terlihat jelas: retak di banyak titik, permukaan bergelombang, dan debu tebal yang beterbangan setiap kali kendaraan berat melintas.

Pertanyaan Besar: Di Mana Pengawasan Aparat?

Meski izin tambang dipertanyakan, aktivitas tetap berjalan mulus tanpa hambatan. Kondisi ini memunculkan dugaan bahwa ada pihak yang “membekingi” penambangan tersebut, atau setidaknya menutup mata terhadap pelanggaran yang terjadi.

Hingga berita ini dibuat, tidak tampak alat berat atau kendaraan yang dihentikan oleh aparat. Tidak ada garis polisi. Tidak ada investigasi terbuka. Justru sebaliknya, operasional tambang terus berlangsung seolah kebal terhadap hukum.

Regulasi Tegas, Penindakan Lemah

Padahal, regulasi terkait pertambangan ilegal sangat jelas. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 mengancam pelaku Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dengan pidana maksimal 5 tahun penjara serta denda hingga Rp100 miliar.

Namun implementasinya di Banyuwangi, khususnya di Pancoran, dipertanyakan. Apakah aparat benar-benar tidak mengetahui keberadaan tambang tersebut? Atau ada alasan lain yang membuat penindakan tidak kunjung dilakukan?

Warga Mendesak APH Turun Tangan

Tekanan masyarakat kini semakin meningkat. Warga Pancoran secara terbuka menuntut aparat penegak hukum untuk mengambil langkah tegas sebelum dampak lingkungan semakin parah dan konflik sosial meningkat.

“Kami tidak minta banyak. Cukup ditutup dan dipulihkan. Lingkungan kami rusak karena kegiatan yang diduga ilegal,” ujar warga lainnya.

Jika dibiarkan, aktivitas tambang ilegal seperti di Pancoran bukan hanya merugikan lingkungan dan masyarakat—tetapi juga merusak wibawa hukum. Pertanyaannya: sampai kapan pembiaran ini berlangsung?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *