CyberTNI.id | Cirebon, Jumat 8 Agustus 2025 — Dugaan praktik ilegal jual beli Tanah Negara (TN) mencuat di Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Tanah yang berlokasi di Dusun Karang Dawa, Blok Tuan Bagus/Selang, dilaporkan hampir habis akibat diperjual belikan oleh pihak-pihak yang mengaku sebagai penggarap, padahal penjual bukan warga setempat.
Informasi yang diperoleh CyberTNI.id mengungkapkan, penjual tanah tersebut di antaranya adalah warga Kota Cirebon berinisial Dursa, Akhid, dan rekan-rekannya. Lebih parah, sebagian lahan yang dijual ternyata bukan Tanah Negara, melainkan tanah adat milik ahli waris sah yang memiliki bukti kepemilikan resmi.
Pembeli tanah dalam kasus ini disebut bernama Yuliana Loe, warga Kota Cirebon. Transaksi dilakukan melalui surat pernyataan pelepasan hak tanah negara dengan dalih “ganti garapan”, yang difasilitasi oleh sejumlah mediator, di antaranya Mukhdor (warga Kota Cirebon) dan Pandi, mantan RT Karang Dawa.
Saat ditemui di rumahnya, Mukhdor membenarkan bahwa pada tahun 2022–2023 memang terjadi transaksi jual beli Tanah Negara kepada Yuliana Loe, di mana sebagian pembayaran sudah lunas dan sebagian lainnya masih berupa uang muka (DP). Mukhdor menyatakan siap menjadi saksi jika dibutuhkan. Hal senada diungkapkan Pandi.

Modus dan Dugaan Perencanaan
Berdasarkan penelusuran, jual beli ini terindikasi sudah direncanakan secara matang. Penjual, penghubung, dan pembeli mayoritas bukan warga Desa Setu Patok, melainkan warga Kota Cirebon. Transaksi berlangsung pada masa jabatan Kepala Desa sebelumnya, Jumadi, yang saat itu berstatus DPO Polsek Jatinegara, Jakarta Timur dalam kasus penipuan dan penggelapan. Anehnya, pada surat pernyataan transaksi terdapat stempel dan tanda tangan pihak Desa Setu Patok.
Padahal, Undang-Undang secara tegas melarang jual beli Tanah Negara. Pengalihan atau pelepasan hak Tanah Negara tanpa izin resmi merupakan perbuatan melawan hukum.
Landasan Hukum yang Dilanggar
Beberapa aturan yang relevan dalam kasus ini antara lain:
1. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 33 ayat (1): Pengalihan hak atas Tanah Negara harus sesuai peraturan perundang-undangan.
2. PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Pakai, Pasal 41 ayat (1): Pengalihan hak atas Tanah Negara harus mendapat izin pejabat berwenang.
3. Pasal 363 KUHP: Penggunaan atau pelepasan hak milik negara tanpa izin dapat dipidana penjara minimal 7 tahun.
4. Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Setiap orang yang memperkaya diri sendiri/orang lain secara melawan hukum yang merugikan negara dapat dipidana minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun penjara.
Dalam konteks ini, pihak-pihak yang berpotensi bertanggung jawab adalah:
Pejabat pemerintah yang mengesahkan atau membubuhkan tanda tangan tanpa izin sah.
Pihak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi atas Tanah Negara tanpa prosedur resmi.
Klarifikasi Kepala Desa :
Kepala Desa Setu Patok yang sekarang, Johar, menyatakan tidak mengetahui adanya transaksi ilegal tersebut. “Saya belum menjabat saat transaksi terjadi. Penjualnya memang warga Kota Cirebon seperti Akhid dan Dursa,” ungkapnya kepada wartawan CyberTNI.id
Desakan Penindakan :
Hingga berita ini diterbitkan, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan aparat penegak hukum belum melakukan tindakan tegas. Padahal, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan penindakan tanpa pandang bulu terhadap pelaku korupsi dan penyelewengan aset negara.
Ada dugaan kuat, penjual dan pembeli sengaja mencari Tanah Negara dengan harga murah untuk kemudian dijual kembali dengan keuntungan fantastis. Masyarakat mendesak aparat segera bertindak sebelum praktik ini kembali terulang.
red_team












