CyberTni.id–PALANGKARAYA: Rencana pemerintah membangun Koperasi Desa Merah Putih mendapat dukungan dari pemerintah daerah Kalimantan Tengah. Kendati demikian, sebagaimana Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes yang sulit berkembang, demikian koperasi desa usulan pemerintah pusat ini punya tantangan terkait kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia serta sumber daya pemodalan maupun kemitraan, sehingga dinilai perlu strategi khusus dan kecermatan dalam pendampingan desa.
Ini kurang lebih pandangan yang saya terima dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Kalimantan Tengah, kemarin Senin, (24/3/2025) di Palangka Raya.
Dalam pandangan saya, kebijakan yang sifatnya top down atau selalu datang dari pikiran pusat ke daerah, apalagi ke desa, akan selalu punya masalah besar. Karena ada gap kapasitas dan kapabilitas, gap cara pandang, serta gap kebutuhan, dalam melihat kebutuhan pembangunan desa.
Kebijakan yang tepat hendaknya menimbulkan pelibatan dan partisipasi yang kuat dan aktif dari masyarakat desa itu sendiri, sehingga program pembangunan desa tidak dijalankan setengah hati. Jadi kebijakan soal desa, hendaknya tidak mengabaikan kebutuhan, kapasitas serta suara aspirasi desa itu sendiri.
Saya teringat Program Mamangun Mahaga Lewu (PM2L), program membangun dan merawat desa, yang kami lakukan saat masih menjadi abdi masyarakat, Gubernur Kalimantan Tengah, yang berlangsung sejak 2008 lalu dan dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan desa dan kecamatan tertinggal di Provinsi Kalimantan Tengah.
Caranya dengan memperbaiki infrastruktur desa termasuk infrastruktur jalan hingga kesehatan dengan semangat gotong royong, semangat kebersamaan.
Semangat huma betang (rumah besar), menurut kearifan lokal Kalimantan Tengah.
Program yang sukses pada masanya ini, tidak hanya datang dari daerah dan menjawab masalah kebutuhan dasar desa, tapi juga diakui serta diadopsi untuk skala nasional sebagai model pengentasan kemiskinan desa oleh Presiden SBY kala itu. Menunjukkan kebijakan tak selalu harus terpusat, tapi sebaliknya memberi ruang kreatif dan partisipasi di bawah, untuk kemudian diadopsi pusat.
Saya harap, pemerintah akan sungguh bijaksana dan cermat memahami masalah desa dan tidak sekadar menumpukkan beban program pusat ke desa.
Kebijakan yang akhirnya bisa berujung gagal lagi bila tak menjawab masalah utama di desa yang sumber dayanya tidak seperti pemerintah di pusat.
Harapan saya lainnya, akan ada kolaborasi antara masyarakat desa di Kalimantan Tengah dengan perusahaan perkebunan, pertambangan, dan lainnya, yang juga punya kewajiban serta tanggungjawab sosial.
Melalui Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan serta Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, maupun dinas atau badan lainnya agar ada kolaborasi pembangunan desa yang bisa dilakukan secara sinergis.
Ini adalah esensi falsafah huma betang, semangat gotong royong, semangat kebersamaan, semangat kemufakatan, yang menjadi basis nilai dari program PM2L di masa lalu.
Hari ini, rasanya itu tetap bisa diterapkan dalam pembangunan desa-desa kita yang tantangannya besar sekali dari mulai soal tata ruang hingga kemampuan berkembang dengan usaha untuk menghasilkan uang.(Red/Nang)