BERGERAK LASKAR MATARAM SEBAGIAN ETNIS TIONGHOA REBUT ISTANA KERATON KARTOSURO

CyberTni.idSURABAYA: Berawal dari “Geger Pecinan” sebuah tragedi VOC membantai orang-orang Tionghoa di Batavia pada bulan Oktober 1740. Senin (24/03/2025)

 

Sejumlah orang Tionghoa yang melarikan diri kemudian bersekutu dengan kekuatan Mataram di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka mengucap sumpah setia pada Pakubuwono II dan menggalang kekuatan untuk melawan VOC.
VOC yang terkenal licik kemudian memainkan strategi untuk meredam perlawanan pasukan gabungan Mataram & Laskar Tionghoa. Pada awal 1742, VOC berhasil menekan beberapa posisi Mataram dan Laskar Tionghoa. Sadar posisinya terjepit, Sri Susuhunan Pakubuwono II yang awalnya memerangi VOC kemudian memutuskan untuk berbalik dan mendukung VOC.

Peperangan semakin besar setelah membelotnya Pakubuwono II kepada VOC. Kemudian, Pasukan gabungan Jawa – Tionghoa yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi dan Kapitan Sepanjang terlus melakukan perlawanan terhadap VOC dan Pakubuwono II.
Pihak-pihak yang mendukung Raden Mas Garendi:
* Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa)
Patih Natakusuma, patih bawahan Pakubuwana II yang memilih mendukung RM Garendi dan pasukan Tionghoa
* Tumenggung Martapura, bupati Grobogan
* Tumenggung Mangun Oneng, bupati Pati
* Singseh, pemimpin laskar Tionghoa dari Tanjung Welahan (dekat Demak)
* Kapitan Sepanjang, pemimpin pemberontakan Tionghoa dari Batavia

Raden Mas Garendi kemudian mendapat jukukan Sunan Kuning karena sebagian pasukanya berasal dari etnis Tionghoa, mereka bergerak untuk merebut Keraton Mataram di Kartasura, Puncak dari Geger Pecinan terjadi pada 30 Juni tahun 1742. Pasukan gabungan Jawa-Tionghoa menyerang istana Kasultanan Mataram di Kartasura. Pasukan Mas Garendi berhasil menjebol benteng istana Kartasura.
Pakubuwana II dan keluarganya menyelamatkan diri dari peristiwa tersebut, evakuasi Pakubuwono II dan keluarganya dipimpin oleh Kapten Van Hohendorff (pemimpin tentara kolonial VOC di Kartasura). Mereka melarikan diri ke Magetan melalui Gunung Lawu. Pakubuwono II kemudian mendapat perlindungan dengan aman di Ponorogo.
Tanggal 1 Juli 1742 setelah puncak serangan Geger Pecinan ke Karaton Kartasura, Raden Mas Garendi naik tahta dengan gelar “Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Amangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping V”, atau Sunan Amangkurat V

Pada 26 November 1742, keadaan tidak berpihak kepada Amangkurat V. Kartasura diserang dari tiga penjuru oleh pasukan gabungan Cakraningrag IV, Pakubuwana II, dan VOC. Cakraningrat IV dari arah Bengawan Solo, Pakubuwana II dari Ngawi, dan pasukan VOC dari Ungaran dan Salatiga.
Amangkurat V meninggalkan Kartasura dan mengungsi bersama pasukannya. Akhir dari perjalanan Amangkurat V terjadi pada September 1743 saat tedesak di sekitar Surabaya. Terpisah dari kawalan Kapitan Sepanjang, Amangkurat V terpaksa menyerahkan diri ke loji VOC di Surabaya di bawah pimpinan Reinier De Klerk. Setelah beberapa hari ditawan di Surabaya, dia bersama beberapa pengikutnya dibawa ke Semarang lalu ke Batavia, hingga akhirnya diasingkan ke Ceylon (Sri Lanka).(Red/Nang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *