CyberTNI.ID | Cirebon,25 Oktober 2025 — Gelombang persoalan agraria kembali mencuat di wilayah Kabupaten Cirebon. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, setelah terungkap adanya dugaan penjualan tanah titisara dan tanah bengkok desa yang seharusnya menjadi aset tetap milik pemerintah desa. Dugaan praktik jual beli tanah desa ini menyeret sejumlah pihak, termasuk oknum yang diduga merupakan mapiah tanah dari luar desa serta keterlibatan aparat desa periode sebelumnya.
Kepala Desa Setu Patok yang kini menjabat, Johar, mengaku sangat terkejut dan kecewa setelah mendapati bahwa sebagian besar aset desa telah beralih menjadi milik pribadi. Menurutnya, aset berupa tanah titisara dan tanah bengkok yang semestinya digunakan untuk kepentingan bersama, justru berpindah tangan melalui praktik jual beli yang tidak sah secara hukum.
“Saya sangat kecewa karena aset desa yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran warga malah dijualbelikan. Sekarang masyarakat menuntut agar tanah titisara dan tanah bengkok dikembalikan ke desa,” ujar Johar kepada Team Cyber TNI ID, Sabtu (25/10/2025).
Johar, yang baru menjabat sejak tahun 2024 hingga 2029, mengaku tidak mengetahui adanya praktik penjualan tersebut sebelumnya. Ia menegaskan akan segera mengambil langkah tegas dengan meminta audit menyeluruh terhadap seluruh aset desa, termasuk tanah titisara, tanah bengkok, dan tanah negara yang berada di wilayah administratif Desa Setu Patok.
“Saya akan melaporkan hal ini ke pihak Kecamatan Mundu dan meminta agar segera dilakukan audit total terhadap seluruh aset desa, termasuk tanah negara yang kini dikuasai oleh pihak-pihak yang bukan warga Setu Patok,” tegasnya.
Informasi yang dihimpun Cyber TNI ID menyebutkan, sebagian lahan yang sebelumnya tercatat sebagai tanah bengkok dan titisara, kini telah berubah status menjadi milik pribadi bahkan dikuasai oleh pengusaha dari luar desa. Praktik ini diduga berlangsung secara sistematis dan melibatkan sejumlah pihak yang memiliki akses ke dokumen pertanahan.
Kondisi tersebut membuat Desa Setu Patok kini kekurangan lahan produktif. Tanah yang sebelumnya digunakan untuk kepentingan pertanian dan kesejahteraan perangkat desa, kini beralih fungsi dan dikuasai segelintir orang. Akibatnya, pendapatan desa dari sektor pertanian menurun drastis, dan banyak warga kehilangan akses terhadap lahan garapan.
Menanggapi hal itu, Johar menegaskan komitmennya untuk memulihkan kembali hak desa atas aset yang telah berpindah tangan. Ia juga menyatakan siap bekerja sama dengan pihak penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan penjualan tanah desa ini.

“Para pihak yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban. Ini bukan sekadar persoalan aset desa, tapi juga persoalan moral dan tanggung jawab terhadap negara. Kami akan mendesak aparat kepolisian dan kejaksaan untuk turun tangan,” ungkapnya dengan nada tegas.
Tim investigasi Cyber TNI ID akan terus melakukan pemantauan dan pendalaman kasus ini. Dugaan sementara, kerugian negara akibat praktik jual beli tanah desa ini mencapai miliaran rupiah. Tidak hanya tanah bengkok dan titisara, sejumlah bidang tanah negara yang berada di wilayah Setu Patok juga diduga telah berpindah kepemilikan tanpa prosedur hukum yang jelas.
Warga Desa Setu Patok pun mulai bersuara lantang menuntut keadilan. Mereka mendesak agar seluruh lahan yang sebelumnya merupakan milik desa dikembalikan sebagaimana mestinya, serta menuntut agar para pelaku, baik dari pihak desa maupun pihak luar, diseret ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kasus ini menjadi cerminan betapa rentannya aset desa terhadap praktik mafia tanah yang memanfaatkan celah administrasi dan lemahnya pengawasan pemerintah daerah. Kini, masyarakat menaruh harapan besar pada Kepala Desa Johar dan aparat penegak hukum untuk mengembalikan hak desa dan memastikan tidak ada lagi aset rakyat yang diperjualbelikan demi kepentingan pribadi.(nanangkalnadi)












