CyberTNI.id | CIREBON, Senin 27 Oktober 2025 — Kepala Desa Setu Patok, Johar, yang baru menjabat untuk periode 2024–2029, menegaskan komitmennya untuk melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh aset desa. Langkah ini diambil setelah muncul dugaan bahwa sejumlah aset penting Desa Setu Patok telah beralih kepemilikan secara tidak sah akibat praktik jual beli yang melibatkan oknum mafia tanah serta indikasi keterlibatan oknum perangkat desa.
Dalam keterangannya kepada Tim Investigasi Cyber TNI ID, Johar mengungkapkan bahwa tanah bengkok dan tanah titisarah milik Desa Setu Patok diduga kuat telah diperjualbelikan tanpa dasar hukum yang sah.
“Kami menemukan indikasi kuat bahwa beberapa aset desa sudah berpindah tangan ke pihak perorangan. Ini jelas tidak bisa dibiarkan, karena aset desa seharusnya dikelola untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat Setu Patok, bukan untuk memperkaya pihak tertentu,” ujar Johar.
Salah satu kasus menonjol adalah tanah bengkok di Blok Bulak Patok, Desa Banjarwangunan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, seluas kurang lebih 3 hektare, yang diketahui telah diperjualbelikan. Sementara itu, tanah titisarah Persil 26 seluas 11,8 hektare kini berkurang sekitar 3,8 hektare karena sebagian telah beralih menjadi milik perorangan.
Johar menambahkan, terdapat pula tanah negara (eks aset TNI) yang saat ini telah dikuasai oleh pengusaha dari luar desa. Ironisnya, lahan tersebut kini telah berdiri kolam renang, lapangan golf, dan perumahan mewah. Padahal, lahan itu seharusnya menjadi bagian dari aset desa yang dikelola untuk kemakmuran masyarakat Setu Patok.
“Setelah saya menjabat, masyarakat menuntut agar seluruh aset desa yang telah diperjualbelikan secara ilegal dapat dikembalikan. Ini adalah amanah yang harus saya jalankan,” tegas Johar.
Secara hukum, praktik jual beli aset desa dan tanah negara yang bukan hak pribadi merupakan pelanggaran berat. Undang-undang telah mengatur secara tegas sanksi bagi pelaku yang berani memperjualbelikan tanah tanpa hak:
Pasal 385 KUHP: Barang siapa menjual, menggadaikan, atau membebani hak atas tanah yang bukan miliknya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, diancam pidana penjara maksimal 4 tahun.
Pasal 6 Perpu No. 51 Tahun 1960: Pelanggar dapat dijatuhi pidana kurungan maksimal 3 bulan dan/atau denda Rp5.000.
Tim Investigasi Cyber TNI ID menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, dan mendorong Kepolisian, Kejaksaan, serta ATR/BPN untuk segera turun tangan memeriksa dugaan praktik mafia tanah di wilayah Setu Patok.
Kerugian negara akibat praktik ilegal tersebut diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah. Oleh karena itu, aparat penegak hukum diharapkan bertindak tegas tanpa pandang bulu terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Langkah pemberantasan mafia tanah juga sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto, yang menegaskan komitmen pemerintah untuk memberantas mafia tanah hingga ke akar-akarnya.
“Hukum harus berpihak kepada kebenaran, bukan kepada kekuasaan,” tegas Johar menutup wawancara.(NanangKalnadi)












