MENGGARAP DAN MENJUAL TANAH NEGARA TANPA IZIN, TERANCAM JERAT HUKUM BERLAPIS

CyberTNI.id | Cirebon, 31 November 2025 —Dugaan praktik jual beli tanah negara kembali mencuat di wilayah Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Berdasarkan hasil investigasi lapangan Team Cyber TNI ID, ditemukan adanya transaksi jual beli lahan garapan di atas tanah negara yang dilakukan oleh sejumlah pihak tanpa izin resmi dari otoritas berwenang.

Kasus ini menyeret nama Dursa dan Akhid, warga asal Kota Cirebon, yang diduga berperan sebagai pihak penjual dalam transaksi tersebut. Mereka menjual lahan garapan tanah negara di Blok Tuan Bagus, Desa Setu Patok, kepada seorang pembeli bernama Yuliana Loe, dengan bantuan seorang warga bernama Solikin asal Cibogo, yang berperan dalam pengetikan dan pengurusan dokumen administratif jual beli.

Tak berhenti di situ, dalam proses transaksi tersebut juga muncul nama sejumlah mediator seperti Muhkdor, Warsa, Pandi, dan beberapa orang lainnya. Dursa bahkan diketahui membawa seorang pengacara bernama Enjang Solikin untuk mengurus legalitas transaksi jual beli tanah garapan negara tersebut tindakan yang jelas menyalahi aturan hukum agraria di Indonesia.

Belakangan, Dursa mengaku menyesal telah menjual lahan garapan tersebut. Uang hasil penjualan, yang seharusnya menjadi miliknya, justru terbagi-bagi kepada sejumlah orang yang terlibat dalam transaksi tersebut. Ironisnya, alih-alih memperoleh keuntungan, Dursa kini justru terlilit utang kepada rekan yang lahannya ikut dijual.

Investigasi Team Cyber TNI ID: Dugaan Pelanggaran Nyata

Menindaklanjuti laporan dari masyarakat dan tokoh setempat, Team Cyber TNI ID langsung turun ke lapangan untuk melakukan investigasi. Hasilnya, laporan masyarakat terbukti benar — telah terjadi praktik jual beli tanah negara dengan dalih “alih garapan” yang dilakukan secara terang-terangan tanpa dasar hukum.

Padahal, aturan mengenai larangan penguasaan dan penjualan tanah negara tanpa izin sudah sangat jelas dan tegas. Berdasarkan hasil kajian hukum yang dikumpulkan oleh tim investigasi, tindakan tersebut berpotensi melanggar sejumlah ketentuan pidana dan peraturan pertanahan di Indonesia.

Dasar Hukum dan Sanksi Pidana

Beberapa ketentuan hukum yang dapat menjerat para pelaku antara lain:

  • Pasal 2 Perppu Nomor 51 Tahun 1960, menyatakan “Dilarang memakai tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah.”
  • Pasal 6 Perppu 51/1960, menetapkan bahwa pelanggar dapat dipidana dengan kurungan maksimal tiga bulan dan/atau denda Rp5.000 (yang nilainya kini setara dengan denda administratif modern sesuai ketentuan baru).
  • Pasal 53 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menguasai atau memakai tanah negara tanpa hak dapat dijatuhi pidana penjara maksimal dua tahun atau denda maksimal Rp10 juta.
  • Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), menyebutkan bahwa “Barang siapa dengan sengaja menjual atau menggadaikan tanah yang bukan miliknya sendiri dapat dipidana dengan penjara maksimal empat tahun.”
  • Pasal 266 KUHP, menjerat siapa pun yang menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat palsu dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara.

Dari uraian di atas, jelas bahwa praktik jual beli tanah negara, tanah bengkok, maupun tanah titisara tanpa izin adalah tindak pidana yang serius dan dapat dijerat dengan sanksi hukum berlapis.

Negara Dirugikan, Aparat Diminta Bertindak Tegas

Menurut hasil analisis Team Cyber TNI ID, transaksi ilegal seperti ini berpotensi merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah, mengingat banyaknya lahan negara yang beralih tangan dengan modus “ganti garapan”.

“Negara harus hadir dan bertindak tegas. Tanah negara tidak boleh diperjualbelikan, digadaikan, apalagi dialihkan atas nama pribadi. Ini bentuk kejahatan yang merusak sistem tata kelola pertanahan,” tegas salah satu anggota Team Cyber TNI ID di lapangan.

Tim berkomitmen untuk melaporkan kasus ini kepada aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, ATR/BPN, hingga Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah ini dilakukan agar para pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai hukum yang berlaku, serta menjadi contoh bagi daerah lain agar praktik serupa tidak kembali terulang.

Seruan untuk Transparansi dan Penegakan Hukum

Team Cyber TNI ID juga menyerukan kepada seluruh kepala desa, perangkat pemerintahan, serta masyarakat agar tidak ikut terlibat atau menutup-nutupi praktik jual beli tanah negara. Semua bentuk transaksi tanah harus berdasarkan izin resmi dari instansi berwenang dan sesuai prosedur hukum.

Kasus di Desa Setu Patok menjadi peringatan keras bahwa kejahatan pertanahan bukan hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan pemerintahan.

“Tidak ada alasan dan tidak ada dalih yang membenarkan jual beli tanah negara. Siapa pun yang terlibat harus diusut sampai tuntas,” tutup laporan Team Cyber TNI ID.

 

Nanang kalnadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *