CyberTNI.id | Jombang, 2 November 2025 — Gelombang aspirasi warga Dusun Kesamben, Desa Kesamben, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, kembali mengemuka. Warga yang tinggal di sekitar area berdirinya menara Base Transceiver Station (BTS) menuntut kejelasan dan realisasi kompensasi yang hingga kini tak kunjung diberikan oleh pihak pengelola tower.
Menara BTS yang berdiri di atas lahan milik SDI Tebuireng itu sudah beroperasi selama bertahun-tahun. Namun, warga sekitar mengaku belum pernah menerima kompensasi sebagaimana yang dijanjikan sejak awal keberadaan tower tersebut. Mereka menilai, selama ini perusahaan pengelola terkesan abai terhadap tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat terdampak.
Warga merasa dirugikan karena tidak adanya tindak lanjut dari kesepakatan awal antara pihak perusahaan dan masyarakat sekitar. Selain faktor gangguan lingkungan seperti kebisingan dan kekhawatiran terkait radiasi, warga juga menyoroti sikap perusahaan yang dinilai tertutup dan tidak transparan dalam memberikan informasi.
Kekecewaan tersebut memuncak ketika warga RT 02 RW 02 Dusun Kesamben menggelar musyawarah pada Jumat (31/10/2025). Pertemuan itu menghasilkan Berita Acara Kesepakatan Bersama yang ditandatangani oleh sepuluh warga terdampak, sebagai bentuk resmi tuntutan agar pihak pengelola tower segera memberikan klarifikasi dan memenuhi hak kompensasi yang dijanjikan.
Dalam berita acara itu, warga dengan tegas meminta adanya penyepakatan ulang dan transparansi penuh dari pihak perusahaan. Mereka menuntut agar pengelola tower hadir langsung untuk berdialog dengan masyarakat guna mencari solusi yang adil dan bermartabat.
Musyawarah tersebut turut disaksikan oleh Ketua RT 001, Ketua RT 002, dan Ketua RW 002 Dusun Kesamben, yang memberikan dukungan moral terhadap aspirasi warganya. Kehadiran para perangkat lingkungan ini menjadi bukti bahwa permasalahan tersebut bukan hanya isu pribadi, melainkan persoalan sosial yang menyangkut kepentingan bersama.
Kepala Desa Kesamben, Sungkowo Kartika Candra, menyatakan dukungan penuh terhadap perjuangan warga dalam memperjuangkan hak mereka. Ia menegaskan bahwa pemerintah desa tidak akan tinggal diam.
“Kami akan memfasilitasi aspirasi warga dan meminta pihak pengelola tower agar segera memberikan penjelasan resmi. Jangan sampai masalah ini berlarut-larut dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat,” ujar Sungkowo, Minggu (2/11/2025).
Ia menambahkan, Pemerintah Desa akan memastikan seluruh proses penyelesaian dilakukan secara terbuka, adil, dan musyawarah, tanpa mengabaikan hak-hak masyarakat. Pemerintah desa juga berkomitmen menjaga suasana tetap kondusif agar situasi tidak berkembang menjadi konflik horizontal.
Sementara itu, Kepala Dusun Kesamben, Sumarmi, yang juga hadir dalam musyawarah tersebut, menegaskan bahwa pihak dusun siap menjadi mediator antara warga dan pihak pengelola tower.
“Kami siap menjembatani agar kedua pihak bisa duduk bersama. Warga hanya menginginkan kejelasan, bukan konfrontasi. Kalau memang ada perjanjian kompensasi, mestinya ditepati,” kata Sumarmi dengan tegas.
Ia juga menyoroti pentingnya komunikasi terbuka antara perusahaan dan masyarakat. Menurutnya, masalah ini seharusnya bisa diselesaikan secara damai bila pihak pengelola menunjukkan itikad baik dan menghormati hak warga.
Warga berharap, hasil musyawarah tersebut dapat ditindaklanjuti secara nyata dan tidak berhenti di atas kertas. Mereka juga berencana melayangkan surat resmi ke perusahaan pengelola tower, serta menyalin laporan kepada pihak kecamatan dan dinas terkait jika dalam waktu dekat tidak ada respons dari pihak perusahaan.
Salah satu warga yang ikut menandatangani berita acara, mengungkapkan kekecewaannya atas sikap perusahaan yang selama ini terkesan diam.
“Kami tidak menolak keberadaan tower. Kami hanya menagih janji. Dulu katanya warga sekitar akan mendapat kompensasi, tapi sampai sekarang nihil. Kami hanya ingin kejelasan dan keadilan,” ujarnya dengan nada kecewa.
Warga juga menilai, perusahaan seharusnya memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat di sekitar lokasi operasionalnya. Apalagi, tower tersebut telah lama beroperasi dan tentunya memberikan keuntungan ekonomi bagi pihak pengelola.
Kini, masyarakat Dusun Kesamben menanti langkah konkret dari pihak perusahaan. Mereka berharap Pemerintah Desa, Kecamatan, dan instansi terkait dapat segera turun tangan untuk memediasi dan memastikan penyelesaian dilakukan secara profesional serta berpihak pada kepentingan masyarakat.
Kasus ini menjadi potret nyata lemahnya komunikasi dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di tingkat lokal. Keberadaan infrastruktur teknologi seperti tower BTS seharusnya membawa manfaat bagi masyarakat, bukan menimbulkan keresahan akibat janji yang tak ditepati.
Warga Kesamben bersatu menuntut keadilan — bukan untuk menentang kemajuan teknologi, tetapi untuk menegakkan hak dan memastikan bahwa kemajuan tersebut tidak mengabaikan kepentingan manusia yang hidup di sekitarnya.
Team












