DI DUGA TANDA TANGAN AHLI WARIS DIPALSUKAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI PELEPASAN HAK TANAH NEGARA, AHLI WARIS SIAP TEMPUH JALUR HUKUM

CyberTNI.id | Cirebon, Senin 8 Desember 2025 — Penegakan hukum pertanahan kembali mendapat sorotan tajam. Di tengah gencarnya Pemerintah Pusat memberantas mafia tanah yang menyebabkan hilangnya aset negara hingga jutaan hektare, sebuah kasus baru mencuat di Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Para ahli waris K.S. dan Ibu J. menyatakan akan menempuh jalur hukum setelah menemukan dugaan kuat bahwa tanda tangan ahli waris telah dipalsukan oleh oknum perangkat desa dalam transaksi pelepasan hak ganti rugi tanah garapan negara.

 

Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan untuk Meloloskan Transaksi

Kasus bermula ketika seorang warga berinisial J, yang merupakan ahli waris dari keluarga K.S., disebut telah menjual tanah garapan negara kepada FSP, warga Kota Cirebon. Transaksi tersebut dinyatakan “sah” oleh perangkat desa melalui surat keterangan yang dibuat Kepala Desa dan diperkuat oleh laporan lurah pada 5 Februari 2024.

Dalam surat keterangan yang diterbitkan pada 24 September 2025, Kepala Desa menyatakan bahwa lahan tersebut benar telah dikuasai FSP dan tidak dalam keadaan sengketa. Bahkan, perangkat desa menerbitkan Surat Riwayat Tanah yang memperkuat klaim tersebut.

 

Namun fakta di lapangan berbanding terbalik

Hasil investigasi Team CyberTNI.id menemukan bahwa Ibu J. tidak pernah menjual tanah garapan negara tersebut. Bahkan, Ibu J. mengaku perangkat desa melalui lurah hanya meminta salinan KTP dan KK dengan dalih “mengurus data”, tanpa memberitahukan adanya proses jual beli.

“Saya tidak pernah menandatangani apa pun. Itu bukan tanda tangan saya. Itu dipalsukan,” ujar Ibu J. kepada salah satu tokoh masyarakat.

Kepala Desa yang dikonfirmasi juga menyatakan bahwa tanda tangan dirinya dalam berkas transaksi bukan tanda tangannya.

“Saya tidak pernah menandatangani surat itu. Siapa yang memalsukan tanda tangan saya dan tanda tangan Ibu J., akan saya panggil semua: lurah dan M., yang disebut tangan kanan pembeli,” tegas Kepala Desa kepada TeamCyber TNI.id

Pelanggaran Berat: Melawan Prosedur, Melanggar Undang-Undang

Praktik jual beli pelepasan hak ganti rugi tanah negara diatur dalam kerangka hukum yang ketat, yaitu:

  • UUPA Nomor 5 Tahun 1960, khususnya Pasal 1, 2, dan 21
  • PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Tata Cara dan Prosedur Ganti Rugi Tanah, Pasal 5 dan 6

Pelepasan hak atas tanah negara tidak dapat dilakukan secara sembarangan tanpa prosedur resmi, verifikasi, dan pelaporan kepada pemerintah.

Dalam kasus ini, perangkat desa diduga meloloskan proses tanpa prosedur, membuat surat keterangan palsu, serta memalsukan tanda tangan ahli waris dan kepala desa. Tindakan tersebut masuk kategori:

  • Pemalsuan dokumen
  • Penyalahgunaan jabatan
  • Persekongkolan untuk menguasai aset negara
  • Tindak pidana yang berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga miliaran rupiah

 

Riwayat Tanah Diduga Direkayasa

Investigasi menemukan kejanggalan mencolok dalam Surat Riwayat Tanah:

Tercatat bahwa tanah tersebut pernah dijual pada tahun 1996 oleh Ibu J., padahal ahli waris menyatakan tidak pernah ada transaksi demikian.

Pada tahun 2024 kembali dicatat bahwa Ibu J. “menjual” tanah tersebut kepada FSP padahal faktanya sama sekali tidak terjadi.

Lebih jauh, masyarakat setempat mengungkapkan bahwa tahun 2019 lahan ini pernah diajukan ke BPN, namun belum disetujui. Artinya, secara hukum tanah tersebut tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah dan tetap berstatus tanah negara.

 

Mafia Tanah dan Mens Rea yang Terstruktur

Dari pola yang ditemukan, kasus ini mengarah pada tindakan terencana (mens rea), di mana beberapa oknum perangkat desa diduga bekerja sama dengan pihak pembeli untuk merekayasa dokumen demi menguasai tanah negara.

Bukti-bukti pemalsuan tanda tangan, surat keterangan palsu, dan manipulasi data riwayat tanah telah dikantongi oleh masyarakat dan Team CyberTNI.id

 

Seruan Penegakan Hukum: Polisi, Kejaksaan, ATR/BPN Harus Turun

Dengan adanya temuan ini, masyarakat dan para ahli waris meminta Kepolisian, Kejaksaan Negeri, serta ATR/BPN segera turun tangan melakukan:

  • Investigasi menyeluruh
  • Audit dokumen administrasi desa
  • Pemanggilan lurah dan perangkat desa terlibat
  • Pemeriksaan terhadap pihak pembeli yang diduga ikut berperan

Kejaksaan Agung sebelumnya telah mengeluarkan surat edaran khusus untuk menindak tegas mafia tanah. Namun kasus ini justru “lolos mulus” tanpa hambatan, memperlihatkan adanya dugaan penyalahgunaan jabatan dan lemahnya pengawasan.

 

Team CyberTNI.id Akan Mengawal Hingga Tuntas

Sebagai media investigatif, CyberTNI.id menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga menemukan kejelasan hukum bagi para ahli waris dan mengungkap siapa pelaku pemalsuan tanda tangan serta penyalahgunaan kewenangan dalam kasus ini.

Dugaan pemalsuan dokumen negara, manipulasi administrasi desa, hingga kerugian negara yang berpotensi mencapai miliaran rupiah menjadikan kasus ini salah satu contoh nyata bahwa praktik mafia tanah masih hidup dan membutuhkan penindakan tegas dari aparat hukum.

Kasus ini kini menunggu langkah tegas penegak hukum untuk menuntaskan pelanggaran yang telah merugikan masyarakat dan negara

 

Nanang kalnadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *