CyberTNI.id |Cirebon, kamis 16 Oktober 2025 –Dugaan pemalsuan dokumen resmi kembali mencuat di Kabupaten Cirebon. Kali ini, sorotan publik tertuju pada Surat Kuasa yang disebut-sebut ditandatangani oleh Kepala Desa Setu Patok, Jumadi, pada tahun 2022. Surat tersebut diduga digunakan untuk mengurus gugatan lahan bengkok milik Desa Setu Patok yang terletak di Blok Bulak Patok, Desa Banjarwangunan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.
Berdasarkan hasil investigasi Tim Cyber TNI ID, ditemukan sejumlah kejanggalan pada tanda tangan dalam surat kuasa tersebut. Dugaan kuat muncul setelah tim membandingkan Surat Kuasa asli tahun 2021, yang juga ditandatangani oleh Kepala Desa Jumadi. Hasilnya, terdapat perbedaan signifikan pada bentuk, tekanan tinta, dan gaya tanda tangan yang mengindikasikan adanya dugaan pemalsuan.
Lebih jauh, surat kuasa tersebut ternyata memiliki peran penting dalam perkara hukum gugatan lahan bengkok dengan Kohir Nomor 1 Persil 119, seluas kurang lebih 3 hektar, yang berada di wilayah Blok Bulak Patok, Desa Banjarwangunan. Lahan itu diketahui telah dijual oleh oknum mafia tanah yang mengaku sebagai pemilik sah, padahal status tanah tersebut adalah tanah bengkok negara — yang tidak boleh diperjualbelikan dalam bentuk apa pun tanpa izin resmi pemerintah daerah.
Ironisnya, hasil dari peninjauan kembali (PK) justru dimenangkan oleh pihak pembeli tanah bengkok, bukan oleh Pemerintah Desa Setu Patok sebagai penggugat. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar: ada apa dengan hakim dan pejabat terkait yang memutus perkara ini?
Padahal, menurut dokumen resmi dari Bupati Cirebon tahun 1990, yang ditandatangani oleh Bupati Suwendo, lahan di Blok Bulak Patok seluas ±8 hektar telah diberikan hak kelola kepada Desa Setu Patok. Tujuannya waktu itu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa karena Desa Setu Patok dinilai kekurangan lahan pertanian produktif.
“Tanah bengkok adalah tanah negara yang diperuntukkan bagi kepentingan desa, bukan untuk dijual. Hasilnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat desa,” ujar salah satu sumber internal di pemerintahan desa yang enggan disebutkan namanya.
Namun fakta di lapangan berkata lain. Tim investigasi menemukan bahwa Surat Kuasa tahun 2022 yang menjadi dasar hukum dalam gugatan tersebut diduga kuat tidak pernah ditandatangani secara sah oleh Jumadi. Dugaan ini semakin menguat karena pada tahun 2020, Jumadi telah ditetapkan sebagai DPO oleh Polsek Jatinegara, Jakarta Timur, atas kasus penipuan dan penggelapan.
Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana mungkin seseorang yang berstatus DPO bisa menandatangani surat kuasa resmi pada tahun 2022?
Sementara itu, pengacara Pemerintah Desa Setu Patok, Dr. Dudung Hidayat, SH, MH, yang menerima kuasa hukum dari Jumadi, tidak dapat berbuat banyak setelah keputusan PK memenangkan pihak pembeli. “Kami kecewa, ini jelas ada yang tidak beres. Kalau tanda tangan kuasa itu terbukti palsu, maka seluruh proses hukumnya cacat formil,” ujar seorang sumber di lingkungan hukum Cirebon.
Kini, kasus dugaan pemalsuan tanda tangan Kepala Desa Setu Patok tersebut mulai menarik perhatian publik. Banyak pihak mendesak agar aparat penegak hukum turun tangan untuk membuka kembali kasus ini secara transparan. Sebab, jika benar ada manipulasi dokumen, maka konsekuensinya tidak hanya mencederai keadilan hukum, tetapi juga berpotensi merugikan aset negara dan masyarakat desa Setu Patok.
Tim Cyber TNI ID akan terus menelusuri dan mengungkap fakta-fakta baru terkait jejak mafia tanah di wilayah Cirebon yang diduga telah bermain di balik kasus ini. Publik kini menanti langkah tegas aparat hukum: Apakah kebenaran akan diungkap, atau justru kembali tenggelam oleh kekuatan uang dan kekuasaan?
Nanang kalnadi