DUGAAN PELANGGARAN HUKUM MENGUAT: PROYEK BBWS DI PUTON DIKERJAKAN ASAL-ASALAN, TANPA PAPAN PROYEK DAN TANPA K3

CyberTNI.id | Jombang, Rabu 26 November 2025 — Pekerjaan proyek Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) di aliran Sungai Desa Puton, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, kini menjadi sorotan tajam publik. Hasil penelusuran CyberTNI.id di lapangan menemukan sejumlah indikasi pelanggaran prosedur yang bukan hanya mencederai kualitas pembangunan, tetapi juga berpotensi menabrak aturan hukum dalam pengelolaan proyek pemerintah.

 

Bangunan Dikerjakan Tanpa Standar Teknis, Diduga Langgar Spesifikasi

Pantauan langsung wartawan mendapati praktik pengerjaan yang tidak sesuai standar konstruksi. Bagian bangunan yang seharusnya dibersihkan dari tanah justru langsung disiram adukan semen. Selain merendahkan kualitas struktur, tindakan tersebut kuat diduga bertentangan dengan ketentuan teknis yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) serta pedoman pelaksanaan proyek pemerintah.

“Kalau hujan deras sungai ini sering meluap. Tapi kalau pekerjaannya seperti ini, kami khawatir malah tidak akan ada manfaatnya nanti,” kata seorang warga Puton yang enggan disebutkan namanya, Kamis (6/11).

Di tengah kondisi masyarakat yang berharap pada peningkatan kualitas infrastruktur, dugaan pengerjaan asal-asalan ini patut menjadi perhatian serius aparat penegak hukum maupun instansi pengawas internal pemerintah.

 

Tanpa Papan Proyek: Indikasi Pelanggaran UU KIP dan Permen PUPR

Lebih jauh, di seluruh area proyek tidak ditemukan papan informasi kegiatan atau papan proyek, yang merupakan kewajiban mutlak dalam setiap pekerjaan yang dibiayai negara.

Ketiadaan papan proyek bukan sekadar kelalaian teknis. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap:

  • UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,
  • Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
  • Permen PUPR Nomor 29/PRT/M/2006,
    yang mewajibkan transparansi pelaksanaan pekerjaan yang dibiayai APBN/APBD.

Tanpa papan proyek, publik tidak dapat mengetahui nilai anggaran, sumber dana, volume pekerjaan, serta pelaksana kegiatan. Kondisi ini membuka ruang kecurigaan terkait potensi penyimpangan anggaran maupun ketidaksesuaian pekerjaan dengan RAB.

 

Tak Ada K3: Ancaman Pidana Bila Terjadi Kecelakaan Kerja

Selain itu, aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga diabaikan. Para pekerja tampak bekerja tanpa helm, tanpa rompi keselamatan, tanpa sepatu safety, dan tanpa standar perlindungan minimum lainnya. Padahal, penerapan K3 merupakan kewajiban hukum bagi seluruh pelaksana konstruksi berdasarkan:

  • UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
  • Permenaker Nomor 5 Tahun 2018,
  • serta UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Mengabaikan K3 dapat mengakibatkan sanksi administratif berat hingga pidana apabila terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan luka atau kematian.

 

Respons Pelaksana Proyek Minim: “Nanti Kita Koordinasikan”

Saat dikonfirmasi, Ferdi selaku pihak pelaksana proyek hanya memberi jawaban singkat tanpa penjelasan lebih rinci soal dugaan kejanggalan.

“Iya mas, nanti kita koordinasikan sama mandornya,” ujarnya singkat di lokasi.

Tidak adanya klarifikasi teknis menambah kuat dugaan bahwa pekerjaan dilakukan tanpa pengawasan ketat dan minim perencanaan matang.

 

Kepala Desa Tidak Ada di Kantor, BBWS Belum Beri Keterangan Resmi

Upaya wartawan meminta tanggapan Kepala Desa Puton pun belum membuahkan hasil. Kades tidak berada di kantornya saat didatangi, dan hingga berita ini diterbitkan belum ada pernyataan resmi dari pihak desa maupun pihak BBWS.

Padahal, proyek normalisasi sungai merupakan bagian penting dalam mitigasi banjir. Minimnya pengawasan dari pemerintah desa hingga instansi BBWS menimbulkan kekhawatiran kuat bahwa proyek ini dapat melenceng jauh dari standar pengelolaan anggaran negara yang seharusnya akuntabel dan transparan.

 

Pengamat Hukum Publik: “Perlu Audit dan Investigasi Lapangan”

Sejumlah pemerhati hukum publik menilai, rangkaian kejanggalan tersebut harus segera ditindaklanjuti.

Jika terbukti terdapat pelanggaran teknis, kelalaian K3, atau indikasi penyimpangan anggaran, maka proyek ini dapat masuk dalam kategori pelanggaran administratif berat, bahkan berpotensi mengarah pada jeratan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam:

  • UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
    khususnya terkait penyalahgunaan wewenang dan merugikan keuangan negara.
  • Masyarakat Minta Audit, Pengawasan, dan Perbaikan Pekerjaan

Masyarakat Puton berharap instansi terkait, mulai dari BBWS, Inspektorat, hingga aparat penegak hukum, turun langsung ke lokasi untuk memastikan:

  • pekerjaan ulang pada bagian yang tidak sesuai standar,
  • penerapan K3 secara ketat,
  • pemasangan papan proyek sesuai aturan,
  • serta audit terhadap penggunaan anggaran sesuai RAB.

Normalisasi sungai seharusnya menjadi solusi mencegah banjir, bukan malah menambah risiko akibat pekerjaan yang diduga dikerjakan sembarangan.

Team

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *