DUGAAN PENYEROBOTAN TANAH DI DESA SETU PATOK: AHLI WARIS SAH TIDAK DILIBATKAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI

CyberTNI.id | CIREBON,18 Agustus 2025 — Sengketa kepemilikan lahan di Desa Setu Patok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, kini memasuki babak baru. Para ahli waris sah pemilik lahan di Blok 12 hingga Blok 17 bersiap melaporkan dugaan penyerobotan tanah kepada aparat penegak hukum. Lahan yang secara sah tercatat atas nama orang tua mereka berdasarkan dokumen IPEDA tahun 1981 diduga telah diperjualbelikan secara ilegal oleh pihak yang tidak memiliki hak  yakni para penggarap.

Fakta hukum yang diperoleh tim investigasi Cyber TNI ID menunjukkan bahwa para pengusaha yang kini mengelola kawasan tersebut, termasuk membangun perumahan mewah, kolam renang, dan bahkan lapangan golf membeli tanah dari pihak yang secara hukum tidak memiliki kewenangan untuk menjual. Transaksi dilakukan tanpa seizin atau melibatkan para ahli waris yang memegang bukti kepemilikan sah.

Analisis Hukum: Jual Beli yang Cacat Hukum

Mengacu pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), untuk sahnya suatu perjanjian termasuk jual beli, harus memenuhi empat syarat: kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perikatan, objek tertentu, dan sebab yang halal. Dalam kasus ini, para penggarap tidak memiliki legal standing untuk menjual tanah tersebut. Artinya, unsur kesepakatan yang sah tidak terpenuhi, sehingga secara hukum, transaksi jual beli tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum.

Lebih lanjut, merujuk pada Pasal 37 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), pengalihan hak atas tanah harus dilakukan melalui prosedur resmi dan melibatkan pemilik hak atau ahli waris sahnya. Tanpa adanya akta jual beli yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), serta persetujuan dari pemilik sah, transaksi tersebut bukan hanya tidak sah, namun juga berpotensi mengandung unsur pidana penyerobotan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 KUHP.

Indikasi Persekongkolan dan Kerugian Negara

Kepala Desa Setu Patok saat ini, Johar, mengakui bahwa pihak PT yang mengelola lahan tersebut tidak pernah melapor ataupun berkoordinasi dengan pemerintah desa terkait kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Bahkan, ia mengungkap bahwa kegiatan pembangunan dilakukan sejak masa kepala desa sebelumnya (Jumadi), tanpa proses yang transparan.

Ironisnya, pihak PT YASRI diduga turut mengajukan dan menerima bantuan dana dari Dinas Pariwisata Kabupaten Cirebon dengan mengklaim pembangunan “Wisata Desa SIWOK” di atas lahan yang statusnya masih dalam sengketa. Padahal, sebagian dari lahan tersebut adalah milik ahli waris dan bahkan sebagian lainnya merupakan tanah negara. Hal ini patut diduga sebagai manipulasi administratif dan penyalahgunaan wewenang yang berdampak langsung pada kerugian negara.

Hak Ahli Waris Harus Dilindungi

Pengabaian terhadap hak-hak ahli waris bukan hanya pelanggaran etika, melainkan pelanggaran hukum yang serius. Negara melalui aparat penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk menegakkan supremasi hukum dan melindungi hak-hak warga negaranya yang sah. Sikap acuh dari pihak pengusaha yang menolak menjawab surat klarifikasi resmi dari lembaga masyarakat semakin memperkuat dugaan adanya praktik ilegal yang sistematis.

Langkah Selanjutnya

Tim investigasi Cyber TNI ID bersama para ahli waris akan segera membuat laporan resmi ke pihak Kepolisian dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta mendorong audit dan investigasi lanjutan oleh pihak Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika terbukti terdapat unsur korupsi dalam alur pencairan dana pariwisata oleh pihak PT di atas tanah yang tidak jelas statusnya.

Tanah milik rakyat dan tanah negara bukan untuk dikomersialisasikan oleh pihak luar tanpa dasar hukum yang sah. Negara harus hadir dan bertindak tegas terhadap mafia tanah, dan semua pihak yang terlibat dalam skema penyerobotan harus diproses sesuai hukum yang berlaku.

Red_team

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *