CyberTNI.id | Cirebon, Senin 13 Oktober 2025 —Aroma busuk praktik mafia tanah kembali menyengat di Kabupaten Cirebon. Kali ini, jaringannya beroperasi di Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu (dulu Astanajapura), dengan modus nekat: menjual tanah yang sedang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung dengan nomor 127/G/2024/PTUN/BDG.
Dalam pusaran kasus ini, nama Muhamad Timu bin Kartifan mencuat sebagai pengendali jaringan, bersama beberapa kaki tangan yang diduga menjadi bagian dari sindikat jual-beli ilegal tersebut.
Transaksi Gelap di Atas Tanah Sengketa
Investigasi CyberTNI.id menemukan bukti bahwa tanah yang masih bersengketa itu telah dijual dengan uang muka (DP) sebesar Rp300 juta. Transaksi dilakukan oleh Piter alias Oo kepada Budi, yang mengaku sebagai kuasa dari Muhamad Timu.
Lebih mencengangkan lagi, transaksi ilegal ini disebut melibatkan seorang notaris, Heru Susanto, S.H., yang berkantor di Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon.
Jika benar terbukti, hal ini bukan sekadar pelanggaran etika profesi, melainkan bentuk nyata penyalahgunaan wewenang hukum yang dapat menyesatkan proses pertanahan nasional.
Ahli Waris Resmi: Tanah Belum Pernah Dijual
Yudha, ahli waris sah dari almarhum Amirudin bin Abdurahman – Nji Sukaenah, menegaskan bahwa pihak keluarganya tidak pernah menjual tanah tersebut. Ia bahkan mengaku fotokopi sertifikat tanah yang pernah diminta oleh Muhamad Timu justru dijadikan alat untuk melancarkan transaksi haram itu.
“Saya kaget ketika tahu ada pengukuran tanah tanpa izin kami. Padahal, kami tidak pernah mengajukan apa pun ke BPN. Anehnya, mediatornya justru menyuruh saya menjauh dari lokasi pengukuran,” ungkap Yudha dengan nada kecewa.
Lebih parah lagi, Geseng, menantu Muhamad Timu, bahkan memberikan uang Rp100 ribu agar Yudha tidak mempermasalahkan aktivitas tersebut.
Sebuah praktik intimidatif halus yang kerap digunakan mafia tanah untuk menekan pemilik sah lahan.
Mafia Tanah Menggurita: Jaringan Lokal yang Terorganisir
Dari hasil penelusuran tim, setidaknya ada enam nama yang disebut-sebut terlibat aktif, antara lain:
- Muhamad Timu bin Kartifan (mengaku ahli waris),
- Budi (kuasa penjual),
- Yani (mediator lapangan),
- Geseng (menantu Timu),
- Iwan, dan
- Sarono (mediator tambahan).
Jaringan ini diduga bekerja sistematis mulai dari pengumpulan dokumen fotokopi sertifikat, rekayasa kuasa jual, hingga pemanfaatan notaris untuk melegalkan transaksi.
Polanya khas mafia tanah: mengincar tanah sengketa, memalsukan legalitas, dan mengeruk keuntungan di atas penderitaan orang lain.
Hukum Harus Tegas Negara Tak Boleh Kalah
Perbuatan menjual objek yang masih berperkara merupakan tindak pidana berat.
Para pelaku berpotensi dijerat pasal berlapis, mulai dari:
- Pasal 378 KUHP tentang penipuan,
- Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen, hingga
- Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan hak atas tanah.
Unsur mens rea (niat jahat) pun jelas terpenuhi.
Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 645 K/Sip/1975, ditegaskan bahwa:
“Ketidaktahuan terhadap hukum tidak dapat dijadikan alasan pembenar untuk terbebas dari hukuman.”
Artinya, siapa pun yang turut serta, baik pelaku langsung maupun pihak yang memfasilitasi, harus dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa pandang bulu.
Peringatan untuk Warga Cirebon dan Sekitarnya
Kasus Waruduwur adalah potret nyata lemahnya pengawasan pertanahan sekaligus alarm bahaya bagi para pemilik lahan di Cirebon.
Modus yang digunakan sangat licin berawal dari permintaan fotokopi sertifikat, berlanjut ke rekayasa dokumen, hingga jual-beli ilegal di hadapan notaris.
Masyarakat diminta untuk:
- Tidak menyerahkan dokumen tanah kepada pihak mana pun tanpa kejelasan;
- Melapor ke aparat jika ada aktivitas pengukuran atau transaksi mencurigakan;
- Mendukung aparat penegak hukum untuk membongkar jaringan mafia tanah hingga ke akar-akarnya.
Seruan: Bersihkan Cirebon dari Mafia Tanah
Kasus ini menegaskan bahwa mafia tanah bukan hanya masalah hukum, tetapi ancaman terhadap kedaulatan negara di bidang agraria.
Jika dibiarkan, praktik ini akan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintah daerah.
“Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah. Ini saatnya hukum berdiri tegak dan tidak kompromi terhadap kejahatan pertanahan,” tegas sumber investigasi CyberTNI.id.
Cirebon kini menunggu langkah nyata aparat — bukan sekadar wacana, tapi tindakan tegas untuk menegakkan keadilan dan menghapus jejak mafia tanah dari bumi pertiwi.
Team