DENPASAR | CyberTNI.id – 1 Juli 2025, Peringatan Hari Bhayangkara ke-79 yang seharusnya menjadi momentum refleksi institusi Polri justru tercoreng oleh dugaan tindakan intimidasi yang dilakukan seorang oknum Polwan yang bertugas di Divisi Propam Paminal Polda Bali.
Oknum Polwan tersebut, yang diduga menyalahgunakan wewenangnya, bersama seorang pria berinisial D yang disebut-sebut sebagai kekasihnya, diduga mengintimidasi jurnalis Radar Bali bernama Andre di ruang publik. Peristiwa ini terjadi saat Andre tengah menjalankan tugas jurnalistiknya terkait laporan masyarakat atas aktivitas tambang di wilayah Karangasem yang disinyalir melanggar ketentuan hukum.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pria berinisial D tersebut disebut memiliki keterkaitan langsung dengan aktivitas tambang yang dilaporkan oleh warga dan sedang diberitakan oleh media. Diduga, intimidasi ini dipicu oleh pemberitaan terkait penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terhadap pelapor tambang, yang oleh pihak tertentu dianggap merugikan citra dan kepentingan mereka.
Yang menjadi sorotan adalah tindakan oknum Polwan tersebut yang secara langsung mempertanyakan latar belakang pemberitaan dan asal media dari wartawan Andre — sebuah sikap yang bukan merupakan kapasitasnya sebagai aparat pengawas internal kepolisian, apalagi dilakukan tanpa proses klarifikasi yang sah kepada pimpinan redaksi.
Melanggar UU Pers dan Etika Kepolisian
Tindakan intimidasi terhadap jurnalis jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 Ayat (2), yang menyatakan:
> “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.”
Serta Pasal 18 Ayat (1) yang berbunyi:
> “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Selain itu, sebagai anggota Polri yang tergabung dalam Divisi Propam, oknum Polwan tersebut seharusnya menjadi contoh dalam menjunjung tinggi prinsip profesionalisme dan perlindungan terhadap kebebasan pers, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Redaksi Radar Bali menyayangkan insiden ini dan mengecam segala bentuk intimidasi terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugas. Pihaknya juga akan melayangkan laporan resmi kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Dewan Pers, dan Divisi Propam Mabes Polri untuk menuntut keadilan serta memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali.
“Pers adalah pilar keempat demokrasi. Jika jurnalis diintimidasi, maka yang terancam adalah hak publik untuk mendapatkan informasi yang jujur dan berimbang,” tegas salah satu pimpinan redaksi Radar Bali.
Tuntutan Transparansi dan Proses Hukum
Masyarakat sipil, organisasi wartawan, dan aktivis HAM di Bali juga menyuarakan dukungan agar kasus ini ditangani secara profesional dan transparan. Mereka menuntut agar Polda Bali segera melakukan evaluasi dan proses hukum internal terhadap tindakan oknum Polwan tersebut demi menjaga marwah institusi dan kepercayaan publik.
Catatan Redaksi:
Insiden ini akan terus kami pantau secara mendalam. Radar Bali berkomitmen menyuarakan kebenaran dan tidak akan tunduk pada intimidasi dalam bentuk apa pun.