PENYEROBOTAN TANAH DAN PEMALSUAN DOKUMEN DIDUGA MARAK DI WILAYAH HUKUM CIREBON

CyberTNI.id | Cirebon, Rabu 10 September 2025  —Kasus dugaan pemalsuan dokumen dan penyerobotan tanah kembali mencuat di wilayah hukum Kabupaten Cirebon. Fenomena ini semakin meresahkan masyarakat karena melibatkan sengketa kepemilikan lahan yang sarat manipulasi administrasi, serta berpotensi menyeret sejumlah pihak ke ranah hukum pidana.

Perkara terbaru terjadi di Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Seorang pihak yang mengaku sebagai ahli waris memasang plang kepemilikan tanah atas nama Muhamad Timu bin Amirudin Asra Amir. Klaim kepemilikan ini bahkan ditunjukkan kepada calon pembeli dengan dasar Keputusan Pengadilan Agama Sumber Nomor 24/PDTP/2021.

Namun, menurut sumber terpercaya, keabsahan dasar hukum tersebut diragukan, karena bukti sah kepemilikan tanah seharusnya berupa Kohir/Persil dari IPEDA atau sertifikat resmi dari ATR/BPN Kabupaten Cirebon, bukan putusan dari Pengadilan Agama.

Lebih jauh, tim investigasi menemukan bahwa surat yang dijadikan dasar jual beli justru berupa dokumen lama yang disebut-sebut berasal dari era 1950–1970. Dokumen ini dinilai tidak valid karena tidak diterbitkan oleh lembaga resmi yang berwenang mengeluarkan bukti kepemilikan tanah. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa dokumen tersebut telah direkayasa dan tidak sah secara hukum.

Indikasi praktik kecurangan semakin menguat ketika dalam proses jual beli tersebut hadir seorang yang disebut berasal dari Kanwil Bandung, bernama Budi, yang bersama pihak ahli waris diduga berperan sebagai mediator. Proses jual beli juga melibatkan calon pembeli bernama Piter. Namun, seluruh rangkaian transaksi ini masih menyisakan banyak kejanggalan dan patut diselidiki lebih lanjut.

Jika lahan yang disengketakan benar-benar dialihkan kepemilikannya, maka puluhan warga yang telah menempati tanah tersebut selama puluhan tahun terancam tergusur. Hal ini tentunya menambah kompleksitas persoalan agraria di Kabupaten Cirebon, yang sebelumnya juga telah banyak diwarnai kasus serupa.

Secara hukum, praktik seperti ini dapat dijerat dengan sejumlah pasal pidana, antara lain:

  • Pasal 263 KUHP: Membuat atau menggunakan surat palsu untuk memperoleh hak atau membebaskan utang, diancam pidana penjara paling lama 6 tahun.
  • Pasal 391 KUHP Baru (UU No 1 Tahun 2023): Memalsukan surat yang menimbulkan kerugian, diancam penjara 6 tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar.
  • Pasal 372 KUHP: Menguasai barang milik orang lain secara melawan hukum (penggelapan), ancamannya penjara paling lama 4 tahun.
  • Pasal 374 KUHP: Penggelapan yang dilakukan berdasarkan jabatan atau hubungan kepercayaan, diancam penjara 5 tahun.
  • Pasal 486 KUHP Baru: Menguasai barang milik orang lain secara melawan hukum, diancam penjara 4 tahun atau denda maksimal Rp 200 juta.
  • Pasal 266 Ayat (1) KUHP: Pemalsuan surat yang berkaitan dengan perbuatan hukum, termasuk penggelapan lahan, dapat dijerat pasal ini.

Dengan demikian, dugaan penyerobotan lahan di Mundu, Cirebon ini bukan sekadar sengketa perdata biasa, tetapi berpotensi kuat menjadi kasus pidana serius karena mengandung unsur pemalsuan dokumen dan penggelapan aset. Aparat penegak hukum diharapkan segera bertindak tegas, mengusut keterlibatan semua pihak, dan memastikan keadilan ditegakkan agar masyarakat tidak menjadi korban permainan mafia tanah yang kian merajalela.

 

Red_team

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *