CyberTNI.id| CIREBON, Selasa 23 September 2025 — Kasus sengketa lahan di Desa Waru Duwur, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, kian panas. Puluhan tahun berlarut-larut, lahan seluas kurang lebih 2,4 hektare yang diperebutkan tiga ahli waris ini justru kini dijual oleh pihak yang bukan ahli waris, memicu kemarahan keluarga sah dan warga setempat.
Lahan tersebut sejak lama diklaim oleh tiga ahli waris:
- Bapak Yudah ahli waris Almarhum Amirudin bin Abdurahman Kaenah.
- Ahli Waris Timu Bin Almarhum Amirudin bin Almarhum Kartifan.
- Ahli Waris Wasta Syamsuri.
Namun di luar ketiga pihak tersebut, muncul orang lain yang mengaku sebagai ahli waris dan diduga telah menjual tanah itu kepada pihak ketiga. Dana tanda jadi sekitar Rp 300 juta disebut-sebut sudah berpindah tangan, dengan alasan untuk membayar tunggakan pajak selama lima tahun.
Terbongkar: Tanah Sengketa Dijual Orang Luar
Tim Cyber TNI ID menemukan fakta mengejutkan. Kantor notaris yang ditunjuk oleh pihak Timu membenarkan adanya transaksi jual beli lahan sengketa kepada pembeli misterius “Mister X”. Notaris mengungkap bahwa uang tanda jadi ratusan juta rupiah telah diterima oleh Budi, penerima kuasa dari pihak yang mengaku ahli waris Amirudin bin Kartifan. Dana itu disebut digunakan untuk melunasi tunggakan PBB ke Bapenda melalui Bank BJB.
Ironisnya, dokumen yang diberikan kepada notaris hanya berupa fotokopi lima sertifikat dan surat Penetapan Ahli Waris (PAW) Timu, bukan dokumen asli. Padahal, secara hukum, tanah berstatus sengketa tidak boleh diperjualbelikan sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Klaim Ahli Waris Sah
Tim Cyber TNI ID mendatangi Yudah bin Amirudin bin Abdurahman yang mengaku sebagai ahli waris sah. “Saya punya sertifikat atas nama bapak saya, Amirudin bin Abdurahman. Ada akta waris dan surat kematian resmi. Tanah ini milik keluarga kami. Yang menjual itu bukan ahli waris kami,” tegas Yudah.
Kuasa hukum ahli waris Wasta Syamsuri menambahkan, pihaknya telah resmi menggugat BPN Kabupaten Cirebon karena dianggap lalai. “Dalam satu hari yang sama ada lebih dari enam transaksi tanah. Ini mustahil secara administratif. BPN harus bertanggung jawab,” ujarnya.

APH dan BPN Diminta Jangan Tutup Mata
Publik dan para ahli waris mendesak aparat penegak hukum (APH)—kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan—untuk segera turun tangan. Mereka meminta penyelidikan tuntas mengenai:
- Siapa sebenarnya yang mengaku ahli waris dan menjual tanah sengketa.
- Aliran dana Rp 300 juta yang disebut-sebut digunakan untuk membayar pajak.
- Mengapa BPN tidak melakukan blokir atau pencatatan status sengketa.
- Dugaan keterlibatan oknum instansi terkait dalam meloloskan transaksi ilegal.
Kasus ini dinilai sebagai cermin lemahnya pengawasan BPN Cirebon dan penegakan hukum pertanahan di Indonesia. “Jangan sampai BPN tutup mata, karena ini menyangkut hak masyarakat kecil,” ujar salah satu warga setempat kepada Tim Cyber TNI ID.
Ultimatum: BPN Akan Digugat
Para ahli waris menyatakan siap menggugat BPN Kabupaten Cirebon jika tidak segera mengambil tindakan hukum. Gugatan itu akan menyasar:
Kelalaian administratif BPN yang diduga meloloskan transaksi ilegal.
Ketiadaan blokir atau catatan status sengketa di dokumen resmi.
Dugaan permainan mafia tanah yang memanfaatkan celah hukum.
“Kalau BPN tidak bergerak cepat, kami akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Jangan sampai tanah yang sah milik keluarga kami dirampas oleh pihak yang tidak berhak,” tegas kuasa hukum ahli waris Wasta Syamsuri.

Kesimpulan: Mafia Tanah di Balik Lemahnya Pengawasan
Kasus sengketa Desa Waru Duwur bukan lagi sekadar konflik keluarga, melainkan contoh nyata praktik mafia tanah. Aparat penegak hukum dan BPN dituntut untuk tidak tutup mata dan segera bertindak tegas. Tanpa itu, transaksi ilegal di atas tanah sengketa akan terus terjadi, merugikan masyarakat kecil dan memperburuk citra penegakan hukum di Indonesia.
Team












