CyberTNI.id | Cirebon,Rabu 10 September 2025 –Kebijakan pemerintah daerah kembali menjadi sorotan publik. DPRD Kabupaten Cirebon disebut-sebut mendapatkan kenaikan tunjangan yang nilainya mencapai puluhan juta rupiah setiap bulan. Ironisnya, di sisi lain, para guru honorer yang menjadi garda depan pendidikan bangsa justru harus bertahan hidup dengan gaji tak layak, bahkan hanya sekitar Rp300 ribu per bulan.
Kenaikan tunjangan anggota DPRD Cirebon ini menimbulkan gelombang kritik. Pasalnya, DPRD sebagai wakil rakyat seharusnya memahami kondisi nyata masyarakat, terutama para pahlawan tanpa tanda jasa yang telah lama memperjuangkan nasib pendidikan di Kabupaten Cirebon. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa alokasi anggaran justru lebih berpihak kepada kenyamanan para wakil rakyat dibandingkan kesejahteraan tenaga pendidik.
“Ini jelas kebijakan yang sangat timpang. Bagaimana mungkin anggota dewan hidup bergelimang dengan tunjangan fantastis, sementara guru honorer yang mendidik anak-anak kita hanya digaji ratusan ribu per bulan?” ungkap seorang aktivis pendidikan di Cirebon dengan nada geram.
Guru honorer, yang sebagian besar telah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun, hingga kini masih terus berjuang dengan gaji di bawah standar kelayakan hidup. Banyak dari mereka yang harus mencari pekerjaan tambahan, bahkan menjadi buruh lepas atau pedagang kecil, demi memenuhi kebutuhan keluarga. Ironinya, jasa besar mereka dalam mencerdaskan generasi bangsa seakan tidak dianggap penting oleh para pengambil kebijakan.
Kenaikan tunjangan DPRD yang mencapai puluhan juta rupiah ini dinilai bukan hanya sebagai bentuk tabrakan moral, tetapi juga mencerminkan ketidakpekaan terhadap kondisi rakyat. Publik menilai DPRD Cirebon lebih sibuk mempertebal kantong pribadi ketimbang memperjuangkan hak-hak rakyat kecil.
“Guru honorer adalah tulang punggung pendidikan. Jika mereka terus diperlakukan tidak adil, maka hancurlah masa depan anak-anak kita. DPRD seharusnya malu menerima tunjangan selangit sementara para guru hanya bisa bertahan dengan gaji Rp300 ribu,” tegas seorang guru senior di wilayah Mundu, Kabupaten Cirebon.
Kebijakan yang dianggap tebang pilih ini memperlihatkan jurang kesenjangan sosial yang semakin nyata. Rakyat kecil, termasuk guru honorer, terus dibiarkan hidup dalam ketidakpastian. Sementara para elit politik di DPRD Cirebon semakin dimanjakan dengan fasilitas dan tunjangan yang mentereng.
Kini, masyarakat Cirebon menunggu langkah nyata pemerintah untuk segera membenahi ketidakadilan ini. Kesejahteraan guru honorer semestinya menjadi prioritas utama, bukan justru menumpuk anggaran untuk kepentingan kelompok elite.
Apabila kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin rasa kepercayaan rakyat terhadap DPRD Cirebon akan semakin runtuh, dan publik akan menilai lembaga wakil rakyat itu hanya sekadar wadah kepentingan pribadi, bukan pembela nasib rakyat.
Red_team