Warga Cirebon Kecam Dugaan Pencemaran Lingkungan Oleh PT Indocement: Desak Penegakan Hukum Dan Transparansi

CyberTNI.id | CIREBON, Selasa 30 September 2025 – Gelombang protes warga Kabupaten Cirebon kembali mencuat terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Perusahaan semen nasional itu dituding mencemari lingkungan selama bertahun-tahun tanpa kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun tindakan tegas dari pemerintah.

Keluhan masyarakat meliputi debu tebal yang menyelimuti permukiman dan lahan pertanian, serta air tercemar berbau menyengat yang mengalir ke sawah dan perkampungan. Kondisi tersebut dinilai merusak ekosistem, membahayakan kesehatan warga, dan menekan perekonomian lokal.

Jupri, aktivis lingkungan yang pernah dikenal publik setelah menggugat Toyota Astra Finance (TAF), menegaskan pencemaran diduga berasal dari limbah batu bara dan sampah industri. “Air yang seharusnya mengalir ke sawah kini keruh, berbau, dan tidak layak pakai. Ini bukan sekadar pelanggaran, tapi kejahatan lingkungan,” ujarnya, Selasa (30/9/2025).

Jupri didampingi tokoh masyarakat dan pemerhati lingkungan lain seperti Agung Sulistio, Agus Chepy Kurniadi, dan Uyun Saeful Yunus, SE., MM. Mereka menyatakan komitmen mengawal kasus hingga tuntas, termasuk mendorong proses hukum dan evaluasi kontribusi perusahaan terhadap PAD Cirebon.

Pemimpin Redaksi Sahabat Bhayangkara Indonesia, Agung Sulistio, menegaskan media harus menjadi pengawas publik. “Ini bukan hanya soal pencemaran, tapi soal keadilan sosial. Media akan berdiri di garda depan untuk memastikan fakta tidak ditutupi, dan hukum tidak mandul di hadapan kekuasaan ekonomi,” ujarnya.

Agung juga mendesak pemerintah daerah, KLHK, dan Kepolisian segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap aktivitas Indocement yang disebut berlangsung lebih dari dua dekade.

Secara hukum, dugaan pencemaran lingkungan ini berlandaskan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Pasal 98 UU tersebut mengatur ancaman penjara hingga 10 tahun dan denda Rp10 miliar bagi pelanggaran yang menimbulkan korban atau kerugian ekosistem. Aturan lain yang relevan adalah UU No. 3/2020 tentang Minerba serta pasal-pasal dalam KUHP terkait keselamatan umum dan lingkungan.

Selain pencemaran, warga juga menyoroti kontribusi ekonomi perusahaan. Seorang narasumber menyebut, meski sudah beroperasi lebih dari 20 tahun, Indocement diduga tidak memberi kontribusi memadai terhadap PAD Kabupaten Cirebon.

Sebagai langkah konkret, warga mendesak dilakukan audit lingkungan independen yang melibatkan akademisi dan LSM, serta pendampingan hukum agar hak masyarakat atas lingkungan sehat sebagaimana dijamin Pasal 28H UUD 1945 dapat ditegakkan.

Kasus ini dinilai bukan sekadar persoalan teknis limbah, tetapi menyangkut hak konstitusional masyarakat, tanggung jawab sosial korporasi, dan transparansi pemerintah daerah. Warga menegaskan, jika tidak ditangani serius, kasus Indocement akan menjadi preseden buruk tentang lemahnya akuntabilitas industri besar di Indonesia.

 

Arden73

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *